Meminjam dan meminjamkan sesuatu adalah hal yang lumrah dalam hubungan antar manusia. Sejak kecil pun kita sudah melakukan aktivitas ini ketika kita saling meminjam mainan dengan teman masa kecil kita. Bahkan hingga sudah lanjut usia manusia masih melakukan pinjam meminjam seperti saat kakek meminjam cangkul milik tetangga depan rumah.
Meminjam itu membantu kita di saat-saat kritis, bahkan bagi sebagian orang meminjam adalah kehidupan sehari-harinya. Yang jelas meminjam itu mempermudah yang sulit, asalkan tidak mengandung unsur riba. Namun
tiddak semua urusan ini bikin mudah, terutama bagi Si Pemberi Pinjaman. Dan hal yang membuat susah ini adalah hal yang dianggap sepele. Yang akan saya bahas di sini adalah pinjam meminjam alat tulis ketika di kelas. Mungkin bagi kalian tidak begitu penting, namun mari kita pikirkan bersama saya.
http://joetrizilo.files.wordpress.com/2011/03/pinjam_uang_bank.jpg
Ketika di kelas, pasti ada saja salah seorang teman kita yang tidak membawa alat tulis, dan itu terjadi seperti siklus harian sejak SD. Dulu, waktu kelas satu sekolah dasar saya selalu membawa pensil dan penghapus lebih dari satu, biasanya tiga buah. Karena itu saya selalu menjadi sasaran utama kalau ada yang lupa membawa pensil. Katanya sih meminjam, tapi hingga jam pulang belum dikembalikan. Ketika saya tanya ke yang meminjam, dia malah bilang tidak tahu dan mengatakan dia menyimpan pensil saya di mejanya. Tapi disitu tidak ada. Dia malah cuek dan bilang itu sudah bukan urusannya. Hati saya hancur.
Kejadian semacam itu tidak hanya terjadi sekali, namun berkali-kali, dan bukan Cuma menimpa saya, tapi juga orang lain tentunya. Sehingga bila saya punya lebih dari satu alat tulis lagi, yang saya bawa cuma satu. Anda mungkin mengatai saya pelit, namun bila anda (semoga tidak) mengalami hal yang saya alami, anda akan memakluminya.
Bahkan ketika saya telah menyandang gelar mahasiswa pun hal unik ini terjadi lagi, namun dalam versi yang berbeda. Biasanya kan ketika menandatangani daftar hadir, mahasiswa yang datang ke kempus dengan modal cinta saja atau karena lupa membawa pulpen akan meminjam pulpen ke teman di sekitarnya. Anehnya, yang lain ikut-ikutan minjam dan pada akhirnya pulpen itu bermigrasi ke mana-mana hingga pada saat daftar hadir selesai beredar pulpen iu entah ke mana. Saat dicari, tidak ada yang mengaku mengambilnya. Keadaan makin susah saat ternyata banyak teman-teman yang memiliki pulpen dengan jenis, merk, dan warna yang sama dengan punya kita.
Sebagian kalian mungkin bilang. ‘Jiaah.....si fufu ini, masalah pulpen aja diributin, ributin tuh masalah koruptor yang mengambil uang rakyat”. Tapi, teman-teman mari kita pikirkan sudah berapa banyak pulpen kita yang hilang. Hitung berapa kerugian kita. Di saat pulpen itu seharusnya kita gunakan tapi sudah sirna dari hadapan kita bahkan jauh sebelum tintanya habis. Dan siapa bilang ini tak kalah penting dari urusan koruptor. Asal kalian tahu, para peminjam yang tak bertanggung jawab itu memiliki ciri koruptor. Bila tidak diedukasi sejak dii, jangan-jangan dia adalah cikal-bakal koruptor bertahun-tahun ke depan.
Jadi, mari kita merubah mindset kita sebagai peminjam agar tidak menyepelekan barang yang kita pinjamkan sekecil apapun itu. Janganlah selelu beranggapan kalau si pemberi pinjaman pasti sudah mengkikhlaskan barang itu, karena belum tentu anggapan anda benar. Bisa-bisa anda dituntut di hari akhir kelak. Coba bayangkan bagaimana bila benda milika anda yang dipinjam dan dianggap anda sudah mengikhlaskannya padahal tidak, tak mau bukan ?
0 komentar: