6 Nov 2014

Tugas Komunikasi massa

6 Nov 2014 - by Kampus Corner 0




Soal Final Komunikasi Massa

1. Marshal Mc Luhan menjelaskan bagaimana Teknologi memliki pengaruh dalam komunikasi massa. Jelaskan mengapa demikian?
2. Menurut Shoemaker isi media massa sangat dipengaruhi oleh 5 faktor. Jelaskan ke 5 faktor itu dengan mengaitkan pada kasus media di Indonesia
3. Mc Quail menjelaskan media memiliki efek sentrifugal dan sentripetal. Jika dikaitkan dengan situasi di Indonesia, bagaimana anda menjelaskan kedua konsep tersebut?
4. Mc Combs dan Shaw menjelaskan tentang teori agenda setting. Bagi Mc Comb dan Shaw media tidak mencerminkan realitas sebenanrnya melainkan membentuk realitas sendiri. Selain itu media juga cenderung mengarahkan orang untuk memperhatikan satu isu dan mengabaikan isu yang lain. Mengapa demikian?
5. Kehadiran new media  menyebabkan perlunya tafsir ulang atas konsep tentang media massa. Philip Meyer dalam bukunya Vanishing newspaper: Saving journalism in information age memprediksi umur media cetak yang semakin pendek. Menurut anda apakah kehadiran new media  berpengaruh terhadap masa depan media cetak?Jelaskan



 Jawaban Final Komunikasi Massa
1. Pengaruh teknologi dalam komunikasi massa.
Teknologi memiliki pengaruh terhadap komunikasi massa sebab teknologi membawa perubahan terhadap pola-pola komunikasi manusia. Penemuan-penemuan dan perkembangan teknologi komunikasi  merubah kebudayaan manusia, termasuk dalam hal berkomunikasi. Hal ini dijelaskan McLuhan dalam determinisme teknologi. McLuhan membagi sejarah kehidupan manusia ke dalam empat fase. Keempat fase itu adalah Tribal Age, Literate Age, Print Age, dan Electronic Age.


Tribal Age ( Era Purba )
Masa ini menurut McLuhan adalah di mana manusia berkomunikasi dengan mengandalkan indera pendengaran. Oleh karena itu, pola komunikasi saat itu berupa dongeng, narasi, cerita, tuturan, dan sebagainya. “Hearing is believing” adalah pronsip pada masa itu menurut McLuhan. Maksudnya, telinga adalah poin penentu komunikasi, sedangkan indera visual manusia saat itu belum maksimal dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Era ini kemudian berakhir ketika ditemukannya huruf .


Literate Age ( Era Huruf )
Ditemukannya huruf meruntuhkan masa purba dan membangun masa baru, yakni masa huruf. Indera pengelihatan yang awalnya kurang maksimal digunakan kini menjadi dominan dengan berkomunikasinya manusia dengan tulisan. Manusia sudah menggunakan huruf sebagai media komunikasi.


Print Age ( Era Cetak )
Komunikasi manusia melalui tulisan semakin diperkuat dengan ditemukannya teknologi baru, mesin cetak. Mesin cetak ini kemudian memunculkan lahirnya media cetak dan media massa. Manusia di seluruh dunia menjadi mengenal alfabet secara meluas. Media massa ini membuat komunikasi manusia menjadi lebih bebas ddan luas.


Electronic Age ( Era Elektronik )
Pada akhir abad ke-19 penemuan berbagai penemuan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, membawa manusia ke era yang lebih membantu manusia dalam berkomunikasi, yakni era elektronik. Ditemukannya telegram, telepon, radio, televisi, film, komputer, internet dan sebagainya memudahkan manusia untuk berkomunikasi secara lebih luas dan mendalam, efektif, dan efisien. Dngan tibanya masa ini, maka tak ada lagi halangan berarti bagi manusia untuk berkomunikasi dngan siapa saja, bahkan di tempat terpencil sekalipun, pada tengah malam sekalipun, dan kepada presiden sekalipun.



2. Faktor yang memengaruhi isi media menurut Shoemaker.
Isi media menurut Shoemaker dipengaruhi oleh dua aspek, yakni internal maupun eksternal. Aspek internal itu berhubungan dengan kepentingan pemilik media, jurnalis sebagai pencari berita, rutinitas dan organisasi media. Sedangan pengaruh eksternal misalnya berhubungan dengan pengiklan, masyarakat, pemerintah, serta ideologi sebagai pengaruh abstrak yang kemudian disusun menjadi lima level yang kemudian disebut Teori Shoemaker. Teori ini dibuatnya bersama Stephen D.Reese. kelima level itu adalah :
a. Individual Level
b. Media Routines Level
c. Organization Level
d. Outside Media Level / Extra Media Level
e. Ideology Level

Individual Level ( Level Pengaruh Individu )
Wartawaan sebagai individu yang mencari berita tentunya memiliki peran dalam menentukan isi media. Alasan paling mudah adalah sebab dia yang mencari beritanya, maka dia bisa memutuskan peristiwa apa yang akan ia beritakan. Keputusan ini berbeda-beda pada tiap individu bergantung pada beberapa faktor. Faktor pertama yaitu latar belakang dan karakteristik individu. Menurut Shoemaker, latar belakang dan karakteristik tersebut adalah faktor gender, etnis, orientasi seksual, faktor pendidikan, dan golongan. Misalnya, jurnalis dengan latar pendidikan jurnalistik akan memberikan berita yang lebih mendalam dan memenuhi kriteria jurnalistik dibandingkan dengan jurnalis lulusan Ilmu Politik. Lulusan Ilmu Politik ini bisa saja menulis berita politik secara mendalam, namun gaya penulisannya tidak akan setara dengan lulusan jurnalistik. Contoh lainnya yaitu cara penulisan berita pemerkosaan. Jurnalis yang ‘mesum’ akan menulis berita pemerkosaan dengan gaya bahasa tertentu, misalnya memberitakan pemerkosaan tersebut secara vulgar dan sebagainya, sehingga membuat jurnalis tersebut telah menjadi ‘pemerkosa kedua’. Faktor kedua adalah faktor keyakinan atau kepercayaaan, nilai-nilai dan perilaku individu. Faktor ini sangat mempengaruhi jurnalis dalam membuat berita, bagaimana ia memihak, dan cara membawakan beritanya. Namun demikian, faktor ini juga bergantung level di atasnya, yakni level organisasi dan rutinitas. Jika berlawanan dengan level di atasnya, tentu sang jurnalis akan meninggalkan pengaruh keyakinannya jika ingin tetap bekerja di media tersebut.

Di Indonesia, ketika ada rencana mengenai penyelenggaraan Miss World, tentunya tidak hanya menimbulkan dukungan, namun juga penolakan dari masyarakat. Jurnalis sebagai individu pasti memiliki pendapat masing-masing mengenai acara tersebut. Jurnalis yang kontra pada Miss World akan membuat berita tentang penolakan Miss World oleh berbagai Ormas. Dan karena pengaruh level di atas level individu yang lebih kuat, jurnalis tersebut harus siap gigit jari bila beritanya tidaak dimuat atau bisa jadi bahkan dipecat karena memuat berita yang tidak sesuai kemauan redaktur yang justru ingin berita sebaliknya.


Media Routines Level ( Rutinitas Media )
Rutinitas media merupakan kebiasaan media dalam membawakan suatu berita. Salah satu bagian dari rutinitas media adalah audiens. Audiens memiliki pengaruh sebab media ini akan menyampaikan berita pada audiens, jadi sebisa mungkin berita harus memuaskan audiens. Media akan memilih berita apa saja yang akan diberitakan dengan mempertimbangkan audiens ini. Dngan kata lain, media mengikuti selera audiens. Namun, pemilihan berita ini tetap memperhatikan sisi kefaktualan berita, tidak membuat berita bohong hanya untuk menyenangkan audiens. Menurut Reese ada beberapa nilai berita yaitu faktor pentingnya sebuah pemberitaan (Importance), faktor kemanusiaan (Human interest), faktor konflik atau kontroversi pada sebuah pemberitaan (conflict/controversy), faktor  ketidakbiasan sebuah berita yang diberitakan (the unusual), faktor keaktualan sebuah berita (timeliness), dan terakhir faktor kedekatan sebuah pemberitaan dengan audiens (proximity).

Sebagai negara yang ‘katanya’ beradab ketimuran, masyarakat Indonesia terbiasa dengan hal-hal yang dianggap normatif dan tidak tertarik membahas hal-hal tabu bagi mereka. Ketika Menteri Kesehatan RI mempunyai sosialisasi program pencegahan HIV/AIDS dengan mengadakan Pekan Kondom Nasional, sebagian besar masyarakat Indonesia lalu menganggap hal itu adalah upaya pemerintah untuk melegalkan seks bebas, padahal mereka yang berpendapat demikian umumnya masih menganggap tabu urusan demikian dan tidak pernah berusaha melihat sisi kesehatannnya. Menteri Kesehatan RI pun secara tegas mengatakan ia kontra terhadap seks bebas. Dalam acara Mata Najwa pada 6 November 2013 bertajuk “Kontroversi Lokalisasi” beliau mengatakan ini adalah cara terefektif, menutup lokalisasi justru akan membuat ‘predator’ tersebut malah beralih melakukan pemerkosaan di lingkungan masyarakat akibat tidak memiliki tempat pelampiasan. Terlepas dari apakah program itu akan memperbesar seks bebas atau tidak, nampak bahwa media-media di Indonesia cnderung  berpihak kepada rakyat yang menolak program Meenkes. Berita-berita yang ada membuat Menkes seolah-olah orang yang paling bersalah sedunia. Kalaupun ada yang membahas tantang kelebihan program Menkes, tidak ditonjolkan.


Organization Level ( Level Pengaruh Organisasi )
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, level ini memiliki pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh di level individu dan rutinitas. Level organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen organisasi media, kebijakan media, dan tujuan media.

Dilihat dari segi manajemen dan kebijakannya, pengaruh level organisasi yang terbesar adalah pada pemilik media. Pemilik media ini tentunya akan menengaruhi bagaimana editor mengemas berita. Berita yang dibuat sebisa mungkin tidak membuat nama pemilik media menjadi buruk. Media pun bisa dijadikan sarana pencitraaan bagi pemilik media untuk tujuan tertentu. Sebagai contoh, dan ini contoh yang paling sering dibahas oleh dosen komunikasi, pada kasus lumpur panas di Sidoarjo, yang mana perusahaannya  dimiliki oleh Aburizal Bakrie, berita-berita umumnya menyebutnya sebagai “Lumpur Lapindo”, namun khusus di TV One, kasus ini diberitakan sebagai “Bencana Lumpur Sidoarjo”. Sungguh hebat, sebab pemilik TV One itu tak lain adalah Aburozal Bakrie sendiri. Pengaruh pemilik media ini pun dapat dilihat dari berita atau acara di TV One selalu mengangkat citra ARB, sapaan akrab Aburizal Bakrie.  Saking besarnya pengaruh ini, bahkan Karni Ilyas yang terkenal dengan kekritisannya itu pun dibuat membisu. Selain itu terdapat pula penggunaan media sebagai sarana kampanye politik oleh pemilik media. Hampir semua media, baik cetak maupun digital dimiliki oleh politisi. Sebut saja MNC Group yang dimiliki oleh Hari Tanoeoedibjo dan Metro TV yang dimiliki Surya Paloh serta Jawa Post Group dngan pemilik Dahlan Iskan dan lain sebagainya. Maka tak salah bila ada paradigma yang berbunyi “Siapa yang menguasai informasi akan menguasai dunia.”


Outside / Extra Media Level ( Level Pengaruh Luar Media)
Pihak luar, ternyata juga memberi kontribusi pada isi pemberitaan media. Bahkan, pada kasus tertantu dapat berpengaruh besar. Pengaruh luar ini yaitu sumber berita, pengiklan, kontrol pemerintah, pangsa pasar, dan teknologi.
Dalam penjelasan ini saya akan membahas pengaruh pengiklan. Pada pemahaman paling mendasar, kita akan berfikir bahwa pengiklanlah yang memnbutuhkan media sebagai sarana peningkatan penjualan produk atau jasa yang ditawarkan, karena itu pengiklan harus tunduk pada media. Saya pun pada awalnya memiliki pemahaman ini hingga saya ‘disadarkan’ oleh mata kuliah Komunikasi Massa ini. Namun, pada kenyataan yang terjadi sekarang adalah justru media yang bergantung pada media, dan media harus menyesuaikan isi beritanya agar pengiklan tetap setia beriklan di media itu. Hal ini bisa terjadi sebab kehidupan media sangat bergantung pada iklan, sementara penghasilan dari penjualan surat kabar misalnya, tidak seberapa jumlahnya.  Tanpa iklan, media massa tak akan bertahan lama.  Pengaruh pengiklan ini dapat dilihat ketika beberapa waktu yang lalu terjadi kasus ditemukannya makanan kadaluarsa di salah satu pasar modern ternama. Harian Fajar tidak telalu mengekspos sebab pihak tersebut memiliki space iklan yang besar di harian tersebut. Selain itu perusahaan rokok juga memberi pengaruh pada isi berita di Indonesia. Pemberitaan sebuah media yang memuat iklan rokok biasanya tidak memberitakan secara terang-terangan tentang bahaya merokok. Jika pun ada pemberitaan tentang bahaya merokok biasanya pemberitaan dibuat secara bias oleh sebuah media. Pengaruh yang besar dari perusahaan rokok ini disebabkan perusahaan rokok adalah pengiklan yang sangat menguntungkan bagi sebuah media, dan inilah yang membentuk kekuatan tersendiri bagi perusahaan rokok untuk mempengaruhi isi sebuah media.


Ideology Level ( Level Pengaruh Idologi )
Level ini merupakn level puncak dari seluruh level. Pengaruhnya sangat besar pada isi media. Namun demikian, level ideologi ini bersifat abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media. Sebelum membahas pengaruhnya, saya akan menyinggung sedikit mengenai apa itu ideologi. Ada tiga definisi ideologi menurut seorang pakar Cultural Studies, Raymond Williams yang dikutip oleh Eriyanto, ideologi adalah sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu,  sebuah sistem kepercayaan yang dibuat ide palsu atau kesadaran palsu, proses umum produksi makna dan ide.

Contoh pengaruh ideologi pada media di Indonesia adalah pada beberapa gejolak di Timur Tengah, seperti Suriah, berita nasional umumnya menggambarkan peristiwa tersebut sebagai tragedi kemanusiaan yang tidak seharusnya terjadi. Namun media online voaislam.com  justru membawakan kejadian tersebut sebagai peristiwa heroik umat Islam dalam mencapai kekuasaan. VOA Islam membuat berita “Umat Islam Indonesia Harus Fokus Dukung Perjuangan Jihad Suriah” (9/12).



3. Efek sentrifugal dan sentripetal.
Menurut McQuail, media mampu memberikan efek yang negatif dan positif terhadap khayalaknya, hal ini dipaparkan dalam teori efek sentrifugal dan sentripetal. Teori efek sentrifugal menekankan bahwa modernisasi, kebebasan dan mobilitas merupakan efek positif yang diharapkan dari media. Sebaliknya, sisi negatifnya melihat bahwa media menyebabkan terjadinya isolasi dan hilangnya nilai-nilai kebersamaan. Teori efek sentripetal, dari sisi positifnya melihat bahwa media bersifat integratif dan menyatukan. Sedangkan sisi negatifnya melihat media sebagai penyebab terjadinya homogenisasi dan kontrol manipulatif.

Efek positif sentrifugal dapat dilihat dari banyaknya pemberitaan di media-media indonesia yang tak ragu lagi mengkritik pemerintah habis-hanisan misalnya ‘SBY Sulit Ciptakan Regenerasi Kepemimpinan” di harianterbit.com (11/12) dan “Komunikasi ‘Ngambek’ ala SBY” di beritasatu.com (18/11). hal ini menunjukkan kebebasan media saat ini. Di sisi lain sisi negatifnya yakni hilangnya nilai-nilai kebersamaan masyarakat Indonesia sebab tayangan TV membuat mereka selalu mau mengikuti dan lebih memilih bersantai di depan TV ketimbang berinteraksi dengan tetangga. TV juga mengaburkan realitas dunia yang sebenarnya, seperti yang dibahas di Agenda Setting Thoeory. Sementara itu, efek positif sentripetal dilihat dari peran media dalam mempersatukan rakyat Indonesia misalnya saat pertandingan sepakbola antara Timnas melawan negara lain. Sedengkan efek negatifnya adalah homogenisasi masyarakat yaitu seragamnya masyarakat karena mendapat efek media yang sama.



4. Teori Agenda Setting
Hal ini dapat terjadi karena adanya agenda setting dalam sebuah media. Hipotesis utama McCombs dnn Shaw adalah bahwa media massa telah menyusun agenda ( umumnya berkaitan dengan isu kampanye politik ) dengan memberikan penonjolan pada isu-isu tertentu. Isu-isu itu kemudian diberi penekanan oleh media sehingga akan dianggap sebagai sesuatu yang penting oleh anggota publik. Dengan kata lain isu yang dianggap penting oleh media juga akan dianggap penting oleh publik.

Agenda setting memiliki kemampuan untuk menciptakan realitas palsu pada khalayak sebab agenda setting sangat berkaitan dengan framing. Cara media membingkai sebuah isu ( memilih apa saja yang akan ditampilkan pada khalayak, baik ide sentral maupun aspek dari topik ) merupakan peran agenda setting yang sangat kuat. Kuatnya peran agenda setting ini dapat dilihat pada kasus poligami KH Abdullah Gymnastiar (AA Gym) beberapa tahun silam. Media mengagendakan informasi dalam berbagai program berdasarkan beberapa pertimbangan, salah satunya karena nama besar tokoh tersebut memiliki daya tarik untuk meningkatkan rating acara mereka. Publik kemudian juga mengagendakan informasi ini, selain karena begitu banyaknya terpaan informasi tentang kasus ini dari media lokal dan nasional juga karena poligami merupakan kasus sensitif yang menarik.. Bersamaan dengan populernya kasus ini, pemerintah kemudian juga mengagendakan informasi bahwa pemerintah pun sedang mempersiapkan draf revisi undang-undang tentang perkawinan, khususnya tentang pengaturan poligami.



5. Pengaruh new media terhadap masa depan media cetak.
Bila ditanyakan apakah memiliki pengaruh atau tidak, tentu saja berpengaruh. Lihat saja, kehadiran internet membuat pekerjaan manusia semakin mudah. Kita tak lagi perlu ke pasar-pasar hanya untuk mengecek harga barang. Cukup search di Google, beres. Kalau ingin mencari bahan kuliah dengan cepat, cukup browsing saja. Kini pun telah ada berbagai jeejaring sosial yang dapat membuat kita mampu terhubung dengan banyak orang di seluruh dunia, bahkan kepada orang yang belum pernah kita teemui sekalipun. Inilah yang membuat McLuhan berpendapat, kehadiran new media dapat membuat sebuah proses komunikasi menjadi global, sehingga menyebabkan mengapa dunia saat ini disebut dengan Global Village. McLuhan mengatakan bahwa dunia akan menjadi satu desa global ( Global Village ) di mana produk produk yang ada akan menjadi cita rasa semua orang. Global Village menjelaskan bahwa tidak ada lagi batas waktu dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah dari satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu yang sangat singkat dengan menggunakan teknologi internet.

Kemudahan akses ini pun menciptakan media baru dalam pemberitaan, yakni adanya situs berita online bertebaran di dunia maya. Apabila ingin mencari berita cukup dengan mengetik dan mengklik beberapa kali saja, terlebih lagi saat ini berbagai telepon genggam telah ditanamkan fitur canggih dalam berinternet. Maka tak heran bila Philip Meyer mencemaskan eksistensi jurnalitik cetak di masa yang akan datang.

Menanggapi hal ini, menurut saya meskipun media internet memiliki keunggulan dalam kemudahan dan kecepatan akses berita, eksistensi media cetak akan tetap berlanjut, tapi tak berarti akan menghapus eksistensi new media. Keduanya akan berjalan bersama. Sebab baik new media maupun media cetak memiliki kelebihan dan kekurangannnya masing-masing. Media online, meski cepat, justru lemah akan keakuratannya. Hal ini disebabkan oleh kecepatannya itu sendiri. Media online yang selalu ingin serba cepat membuat keakuratannya kalah dibandingkan dengan media cetak yang telah dipersiapkan secara matang sebelum dicetak. Kemudian, karena tingkat keakuratannya ini, pembaca yang tidak bijak bisa melakukan hal negatif karena salah persepsi terhadap informasi atau bahkan mendapatkan informasi yang salah. Selain itu masyarakat saat ini yang kebanyakan menggunakan smartphone dalam mengakses internet juga memiliki resiko kesehatan. Hal ini terjadi ketika penggunaan smartphone sudah mengambil alih sebagian besar hidup kita. Salah satu resikonya yaitu gangguan pada leher dan kepala. Menurut fisioterapis, Kristen Lord, dalam Dailymail, “Tubuh anda menyesuaikan diri dengan apa yang anda lakukan setiap hari.”. Jika anda sering merasa nyeri di leher atau bahu, hal tersebut bisa disebabkan karena anda terlalu sering menundukkan kepala saat membaca sesuatu dari ponsel atau tablet PC. Posisi tersebut dapat meremukkan bagian atas tulang belakang Anda. Hasilnya anda akan merasakan sakit, rasa lelah dan kaku pada kepala anda. Lalu, kita pun sudah sering mendngar bahwa menatap layar ponsel terlalu lama dapat menyebabkan mata kering, peradangan pada mata dan infeksi.

Maka, meski media online memiliki kelebihannya, masyarakat menurut pandangan saya akan tetap membutuhkan media cetak untuk mendapatkan berita yang lebih akurat serta untuk menghindari resiko kesehatan akibat terlalu lama berinteraksi dengan telepon genggam ataupun komputer. Karena itu, eksistensi media cetak pun tak perlu terlalu dicemaskan.




DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media .Yogyakarta: LkiS.
Griffin, Emory A. 2003. A First Look at Communication Theory, 5th edition.  New
        York : McGraw-Hill.
Littlejohn, dkk. 2005. Theories of Human Communication, 8th edition. Belmont: Thomson
       Wadsworth.
Reese, Stephen. 1991. Setting the media’s Agenda: A power balance perspective. Beverly
       Hills: Sage.
Santoso, Edi dan Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu
Shoemaker, Pamela.J dan Reese. 1996. Mediating The Message. New York : Longman
      Publisher.
http://shoemaker.syr.edu/docs/mediating-the-message-2nd-edition-1996-shoemaker-reese.pdf  Diakses pada 11 Desember 2013.
http://ebookbrowsee.net/analisis-wacana-eriyantodoc-doc-d532873950 Diakses pada 11 Desember 2013.
http://www.tarakankota.go.id/in/Rubrik_Kita.php?op=tarakan&mid=65 Diakses pada 14 Desember  2013.
http://www.beritasatu.com/blog/nasional-internasional/2992-komunikasi-ngambek-ala-sby.html Diakses pada 14 Desember 2013.
http://www.inspirasidigital.com/posting/kelebihan-dan-kekurangan-media-online.html Diakses pada 14 Desember 2013.
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/12/13/28122/umat-islam-indonesia-harus-fokus-dukung-perjuangan-jihad-suriah/ Diakses pada 14 Desember 2013.
 http://www.harianterbit.com/2013/12/15/sby-sulit-ciptakan-regenerasi-kepemimpinan/ Diakses pada 15 Dsember 2013 pukul 21:00 WITA.

About the Author

Write admin description here..

0 komentar:

Text Widget

© 2013 Kampus Corner. WP Theme-junkie converted by Bloggertheme9